JAKARTA – Pemerintah memastikan menggunakan sistem fixed subsidy
atau subsidi tetap untuk BBM pada 2015. Di samping bisa melonggarkan ruang
fiskal, subsidi tetap bakal menyelaraskan harga BBM bersubsidi dengan harga
minyak dunia yang kini dalam tren penurunan.
”Nanti (harga BBM) mencerminkan
pergeseran harga di internasional. Tahun depan kita terapkan,” kata Menteri
Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Harga minyak dunia saat ini terus
melandai. Hal itu dipicu meningkatnya suplai minyak pada negara-negara yang
tergabung dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Penemuan cadangan
energi baru, yakni shale oil dan shale gas (migas yang terdapat
di lapisan bebatuan) di AS, membuat perang harga energi tidak terelakkan.
Negara-negara OPEC enggan mengurangi pasokan minyak agar harga minyak terus
murah serta shale oil dan shale gas AS tidak kompetitif.
Merujuk data Bloomberg, harga
minyak mentah, baik WTI (acuan harga AS) maupun Brent (acuan harga Eropa),
masing-masing anjlok 1,45 persen dan 0,82 persen untuk kontrak 15 Januari 2015.
Saat ini harga minyak mentah WTI berkisar USD 65,84 per barel. Sementara itu,
harga minyak mentah Brent berada di angka USD 69,07 per barel.
Melalui skema subsidi tetap, pemerintah
akan memutuskan nilai rupiah subsidi per liter. Misalnya, jika ditetapkan
subsidi premium dan solar Rp 1.000 per liter, harga premium dan solar di SPBU
adalah harga keekonomian dikurangi Rp 1.000. Dengan demikian, harga premium dan
solar akan berubah-ubah seperti pertamax, namun tetap mendapatkan subsidi dari
negara.
Bambang menerangkan, anggaran
subsidi energi pada tahun depan juga bakal jauh berkurang apabila menggunakan
subsidi tetap. Pada APBN 2015, subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM), BBN, LPG,
dan LGV dipatok Rp 276,01 triliun. Sebaliknya, dengan subsidi tetap, penurunan
subsidi bahan bakar bisa mencapai 50 persen. ”Pokoknya, (subsidi BBM) turunnya
jauh, di bawah Rp 140 triliun,” terangnya. Dengan demikian, penghematan oleh
pemerintah bisa mencapai Rp 136 triliun.
Sayangnya, Bambang masih enggan
memaparkan angka pasti subsidi BBM dengan penerapan subsidi tetap itu. Yang
jelas, kata Bambang, pihaknya akan memasukkan asumsi subsidi tetap dalam
pembahasan APBN Perubahan (APBNP) 2015.
Bambang menambahkan, penerapan
subsidi tetap di tengah penurunan harga minyak dunia juga menguntungkan
masyarakat. Sebab, harga minyak di level konsumen akan ikut turun sehingga
tekanan harga barang bisa terkendali. ”Inflasinya relatif terkontrol, sekitar
4,7–4,9 persen. Karena subsidi tetap, lalu harga (minyak) rendah,” ungkapnya.
Ekonom Institute for Development of
Economics and Finance (Indef) Aviliani mendukung pemerintah untuk menerapkan
subsidi fixed. Sebab, pilihan kebijakan dengan menaikkan harga BBM
dengan angka yang tidak signifikan justru memberatkan performa fiskal pada
tahun-tahun mendatang. ”Yang signifikan itu misalnya Rp 2.500 per liter, tapi fixed,”
jelasnya.
Wakil Ketua Komisi VII (bidang
energi) DPR Satya Widya Yudha mengungkapkan, DPR tidak menolak sepenuhnya
gagasan pemerintah soal subsidi tetap. Namun, pemerintah harus terlebih dahulu
berkonsultasi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu menghindari adanya
permasalahan dalam implementasi kebijakan tersebut.
’’Saya sudah minta ke pemerintah
supaya langkah ini dikonsultasikan dulu ke MK. Sebab, boleh dibilang ini sama
saja dengan melepas harga BBM menjadi harga pasar. Kondisi ini kan pasti
membuat beban masyarakat setiap harinya tidak menentu,’’ ujar legislator Fraksi
Partai Golkar tersebut.
Dia mencatat, kasus serupa pernah
terjadi saat pemerintah ingin melepas harga jual gas bumi nasional menjadi
harga pasar. Saat itu publik menyoroti kebijakan tersebut sebagai aturan yang
tidak mengakomodasi rakyat. Akhirnya, kebijakan yang tercantum pada pasal 28 ayat
2 dan 3 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 itu dicabut MK.
’’Dalam keputusan itu, MK
mempertimbangkan pasal 33 UUD 1945 tentang kekayaan negara. Di sana sudah jelas
bahwa itu adalah hak konstitusi rakyat yang tak boleh dicabut. Karena itu, MK
akhirnya menghapus pasal itu,’’ ungkapnya.
Dia pun mengaku sudah berbicara
dengan menteri keuangan. Menurut dia, pemerintah juga perlu mempertimbangkan
dampak negatif yang bakal diterima masyarakat. Salah satunya tidak pastinya
pengeluaran masyarakat yang akhirnya mengganggu kondisi ekonomi rumah tangga.
”Pemerintah pastinya enak. Karena
sudah pasti subsidinya berapa. Tapi, semisal saya rakyat, hari ini bisa makan
dan beli bensin dengan Rp 50 ribu. Tapi, besok malah tidak bisa. Itu perlu
dipertimbangkan. Meskipun memang masih ada komponen subsidinya,’’ katanya. (gal/bil/c6/sof)
http://www.jawapos.com/baca/artikel/10072/Tahun-Depan-BBM-Pakai-Subsidi-Tetap
0 komentar:
Posting Komentar